Nama Abu
Bakar As-Siddiq Radhiallahu'anhu tidak
asing bagi umat Islam, baik dahulu maupun sekarang. Dialah manusia yang dianggap paling agung dalam sejarah Islam
sesudah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Kemuliaan akhlaknya, kemurahan
hatinya dalam mengorbankan harta benda dan kekayaannya, kebijaksanaannya dalam
menyelesaikan masalah umat, ketenangannya dalam menghadapi kesukaran,
kerendahan hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya yang lembut lagi
menarik adalah sulit dicari
bandingannya baik dahulu maupun sekarang. Dialah
tokoh sahabat terbilang yang paling akrab dan paling disayangi oleh Rasulullah.
Nama
sebenarnya Abu Bakar As-Siddiq adalah Abdullah Bin Qahafah. Sebelum
Islam, beliau adalah seorang saudagar yang sangat kaya serta datang dari
keluarga bangsawan yang sangat dihormati oleh masyarakat Quraisy. Bahkan
sebelum memeluk Islam, Abu Bakar telah terkenal sebagai seorang pembesar
Quraisy yang tinggi akhlaknya dan tidak pernah meminum arak sebagaimana yang lazimnya dilakukan
oleh orang-orang Quraisy yang lain.
Dari segi
umur, Abu Bakar radhiallahu'anhu adalah dua tahun lebih muda dari
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan telah menjalin persahabatan yang
akrab dengan Rasul lama sebelum masa kenabian. Beliaulah tokoh sahabat besar
yang dianggap paling banyak sekali berkorban untuk menegakkan agama Islam di
samping Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Karena besarnya pengorbanan
beliau itulah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah mengatakan bahwa Islam
telah tegak di atas harta Khadijah dan pengorbanan Abu Bakar.
Adapun gelaran
As-Siddiq yang diberikan kepadanya itu adalah kerana sikapnya yang selalu
membenarkan apa pun perkataan maupun perbuatan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi
Wasallam. Dalam hal ini kita petik
suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu yang
diceritakan sendiri kepadanya
oleh Abu Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar memeluk agama Islam. Kata Abu Bakar
radhiyallahu'anhu ketika menceritakan suatu kisah mengenai dirinya kepada Ibnu
Mas'ud radhiyallahu'anhu:
"Aku pernah mengunjungi
seorang tua di negeri Yaman. Dia rajin membaca kitab-kitab dan mengajar banyak
murid. Dia berkata kepadaku: "Aku kira tuan datang dari Tanah
Haram. "Benar, “jawabku. "Aku kira tuan berbangsa
Quraisy?” "Benar,” ujarku lagi. "Dan apa yang aku lihat,
tuan dari keluarga Bani Taiyim?” "Benarlah begitu,” tambahku
selanjutnya. Orang tua itu terus menyambung, katanya, "Ada satu lagi
hal yang hendak aku tanyakan dari tuan, yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah
tak keberatan jika aku lihat perutmu? Maka pada ketika itu aku pun
berkata, "Aku keberatan hendak memperlihatkan selagi tuan tidak nyatakan
kepadaku perkara yang sebenarnya. Maka ujar orang tua itu, "Aku
sebenarnya melihat dalam ilmuku yang benar bahawa seorang Nabi Allah akan
diutus di Tanah Haram. Nabi itu akan dibantu oleh dua orang sahabatnya, yang
seorang masih muda dan seorang lagi sudah separoh umur. Sahabatnya yang muda
itu berani berjuang dalam segenap hati dan menjadi pelindungnya dalam
kesusahan. Sementara yang separoh umur itu putih kulitnya dan berbadan kurus,
ada tahi lalat di perutnya dan ada suatu tanda di paha kirinya. Apalah salahnya
kalau tuan perlihatkan kepadaku. Maka sesudah dia berkata itu aku pun
membuka pakaianku lalu orang tua itu pun melihatlah tahi lalat hitam di atas
bahagian pusarku. Orang itu berkata, "Demi Tuhan yang
menguasai Kaabah, tuanlah orangnya itu! Kemudian
orang tua itu pun memberi sedikit nasihat kepadaku. Aku tinggal di Yaman untuk
beberapa waktu kenana mengurusi perniagaanku dan sebelum meninggalkan negeri
itu aku sekali lagi pergi menemui orang tua tersebut untuk mengucapkan selamat
tinggal kepadanya. Kemudian dia lalu bertanya, "Bolehkah tuan
menyampaikan beberapa rangkap syairku?
"Boleh sahaja, “jawabku.
Setelah itu aku pun membawa
pulang syair-syair itu ke Mekah. Setibanya aku di Mekah, para pemuda bergegas
datang menemuiku seraya berkata, "Adakah engkau tahu yang sudah terjadi? Maka ujarku pula, "Apakah yang
terjadi itu? Jawab mereka, "Si yatim Abu Talib kini mengaku menjadi
Nabi! Kalaulah tidak mengingat engkau hai Abu Bakar, sudah lama kami selesaikan
dia. Engkaulah satu-satunya yang kami harapkan untuk menyelesaikannya.
Kemudian aku pun meminta mereka pulang dahulu sementara aku sendiri pergi
menemui Muhammad. Setelah menemuinya aku pun mengatakan, "Wahai Muhammad,
kau telah mencemarkan kedudukan keluargamu dan aku mendapat kabar bahwa kau
terang-terang telah menyeleweng dari kepercayaan nenek moyang kita. Maka
ujar baginda, "Bahwa aku adalah Pesuruh Allah yang diutuskan untukmu dan
untuk sekalian ummat! Aku pun bertanya kepada baginda, "Apa buktinya? Jawabnya,
"Orang tua yang engkau temui di Yaman tempo hari. Aku menambah lagi,
"Orang tua yang mana satukah yang kau maksudkan karena banyak orang tua
yang aku temui di Yaman itu? Baginda menyambung, "Orang tua yang
mengirimkan untaian syair kepadamu!
Aku terkejut mendengarkannya lalu bertanya, "Siapakah yang telah
memberitahumu, wahai sahabatku? Maka ujar baginda, "Malaikat yang
pernah menemui Nabi-nabi sebelumku. Akhirnya aku berkata, "Ulurkanlah
tanganmu, bahwa dengan sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan yang kusembah
melainkan Allah, dan dirimu (Muhammad) sebenarnya Pesuruh Allah.
Demikianlah kisah indah yang meriwayatkan bagaimana Islamnya Abu Bakar. Dan
memanglah menurut riwayat beliau merupakan lelaki yang pertama yang beriman
kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Keislaman Abu
Bakan As-Siddiq telah membawa penganuh besar di kalangan kaum bangsawan Quraisy
kerana dari pengaruh keislamannya itulah maka beberapa orang pemuda bangsawan
Quraisy seperti Saiyidina Uthman Bin Affan, Abdul Rahman Bin Auf, dan Saad Bin
Waqqas menuruti jejak langkahnya. Semenjak beliau memeluk Islam, Abu Bakar
telah menjadi pembela Islam yang paling utama serta seorang sahabat yang paling
akrab serta paling dicintai oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Sebagai bukti yang memperlihatkan kecintaan baginda terhadap Abu Bakar
dapat kita ketahui dari satu dialog yang terjadi antara baginda Rasul
dengan Amru Bin Al As. Amru seorang sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam pernah suatu hari menanyakan Rasul, "Siapakah di antara
manusia yang paling tuan sayangi? Baginda menjawab, "Aisyah, dan
kalau laki-laki adalah bapaknya".
Selain
daripada itu Abu Bakar As-Siddiq adalah seonang sahabat yang terkenal
kerana keteguhan imannya, cerdas
akal, tinggi akhlak, lemah lembut dan penyantun. Rasulullah pernah menyanjungi
sahabatnya itu dengan sabdanya, "Jika ditimbang iman Abu Bakar
As-Siddiq dengan iman seluruh ummat maka lebih berat iman Abu Bakar." Demikian
teguhnya iman Abu Bakar demi apakala kita memperhatikan pengertian yang
terkandung pada sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mengenai dirinya itu.
Gelaran As Siddiq yang diberikan
orang terhadap diri Abu Bakar adalah lantaran memandang sikap serta
pendiriannya yang teguh dalam membenarkan serta membela diri Rasulullah.
Andainya seluruh ummat manusia akan mendustakan Muhammad Shalallahu 'Alaihi
Wasallam Abu Bakar akan pasti tampil dengan penuh keyakinan untuk membelanya.
Tidak
beberapa lama setelah memeluk agama Islam, Abu Bakar yang terkenal sebagai
saudagar yang kaya itu telah meninggalkan perdagangannya dan meninggalkan semua
usaha peribadi lain-lainnya lalu menyerahkan segenap kekayaan dan jiwa raganya
untuk melakukan perjuangan menegakkan Islam bersama Nabi Muhammad Shalallahu
'Alaihi Wasallam. Beliau telah mengorbankan seluruh hanta bendanya untuk
menebus orang-orang yang ditawan, orang-orang yang ditangkap atau disiksa.
Selain itu beliau juga telah membeli budak-budak yang kemudian dimerdekakannya.
Salah seorang hamba yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan yang paling
terkenal dalam sejarah ialah Bilal Bin Rabah.
Tatkala Nabi
Muhammad selesai melakukan Isra' dan Mi'raj segolongan orang yang kurang
mempercayai apa yang telah dikhabarkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallamtelah pergi menemui Abu Bakar untuk mendengarkan apa pendapatnya
tentang dakwaan Muhammad itu. Tujuan kedatangan mereka mendapatkan Abu Bakar
tidak lain dengan prasangka tentunya Abu Bakar kali ini akan mendustakan kisah
yang tidak masuk akal pada fikiran mereka itu. Setelah pertanyaan itu
disampaikan kepada Abu Bakar lalu beliau pun berkata, "Adakah Muhammad
berkata begitu?Sahut mereka, "Benar! Maka ujar Abu Bakar "Jika
Muhammad berkata begitu maka sungguh benarlah apa yang diceritakan itu." Lalu
mereka pun terus menyambung, "Engkau percaya hai Abu Bakar bahwa
Muhammad sampai ke tanah Syam lebih sebulan perjalanan pulang, di malam semalam
tadi?" Maka sahut Abu Bakar sungguh-sungguh, "Benar! Aku
percaya! Malah lebih dari itu aku percaya kepadanya. Aku percaya akan berita
dari langit yg diberitakannya baik pada waktu siang mahupun di waktu
malam!"
Demikian
hebatnya sambutan sahabat yang paling utama itu. Karena tegas dan teguhnya iman
beliau terhadap agama yang dibawa oleh Muhammad dan terhadap apa yang
dikhabarkan oleh baginda maka beliau telah diberi oleh Rasulullah dengan
gelaran As-Siddiq.
Dan memanglah
tidak mengherankan sekali sikap Abu Bakar itu. Beliau telah mengenal Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wasallam bukan sehari dua, melainkan sudah boleh dikatakan
seumur manusia. Beliau tahu bahwa sahabatnya itu berkata benar, tak pernah
bohong, seorang yang jujur. Mustahil Muhammad akan khianat kepada pengikutnya
yang percaya kepadanya. Beliau mengimani sahabatnya itu Pesuruh Allah Yang Maha
Kuasa, menerima wahyu dari Tuhannya. Beliau memiliki iman yang kokoh.
Tatkala
keadaan kekejaman orang-orang musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang
sedikit jumlahnya di Mekah semakin hebat dan membahayakan, Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah mengadakan pertemuan di rumah Abu Bakar untuk
mencari jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi oleh pihak kaum
Muslimin. Ketika itulah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan
kepada Abu Bakar bahwa Allah telah memerintahkan baginda supaya melakukan
hijrah ke Madinah serta meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam peristiwa
hijrah tersebut. Tanpa sedikitpun kebimbanganpun Abu Bakar menyambut
permintaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Dari pintu
belakang rumah Abu Bakar, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersama-sama
Abu Bakar menuju ke Gunung Tsaur dan bersembunyi di gua yang diberi nama Gua
Tsaur. Pada saat suasana amat kritis, Abu Bakar diserang rasa kegelisahan dan
cemas kerana khuatir kalau-kalau musuh dapat mengetahui di mana Rasulullah
sedang bensembunyi, maka pada saat itu turun ayat suci Al Quran dari Surat
Taubah yang isinya memuji Abu Bakar As-Siddiq, sebagai orang kedua sesudah Nabi
Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam Gua Tsaur. Dalam pada itu Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam pun mengerti akan situasi dan kegelisahan
sahabatnya itu yang oleh karenanya Rasul berkata, "Apakah yang
menggelisahkanmu, bukankah Allah menemani kita?
Kemudian
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, diriwayatkan berkata selanjutnya untuk
menghilangkan kebimbangan Abu Bakar, "Kiranya mereka masuk juga ke
dalam gua ini kita masih dapat melepaskan diri dari pintu belakang itu, ujar
Rasul sambil menunjukkan ke belakang mereka. Abu Bakar pun menoleh ke belakang.
Betapa terkejutnya beliau bila dilihatnya pintu belakang yang ditunjuk oleh
Rasul itu, padahal pintu tersebut tadinya tidak ada sama sekali. Sebenarnya
kebimbangan Abu Bakar tatkala di dalam gua itu bukanlah kerana takutkan
nyawanya akan diragut oleh pihak musuh tetapi yang lebih dibimbangkannya ialah
keselamatan jiwa baginda Rasul. Beliau pernah berkata, "Yang saya bimbangkan
bukanlah mengenai diri saya sendiri, kalau saya terbunuh, yang tewas hanyalah
seorang manusia biasa. Tapi andaikata engkau dapat dibunuhnya maka yang akan
hancur ialah satu cita-cita yang suci murni. Yang akan runtuh ialah keadilan
dan yang akan tegak pula ialah kezaliman."
Ucapan antara
dua orang sahabat tatkala dalam gua itu ada tersebut dalam Al Quran dalam Surah
At-Taubah ayat 40: "Kalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) ketika
dia diusir oleh orang-orang kafir (dan kampung halamannya), dalam keadaan
berdua orang sahaja di dalam suatu gua, Di kala itu dia (Muhammad) berkata
kepada sahabat karibnya (Abu Bakar): Jangan engkau berdukacita; sesungguhnya
Allaah bersama kita. Allaah menurunkan ketenanganNya kepadanya,
dan dikuatkannya dengan tentera yang tidak kamu lihat.
Dan Allaah menjadikan perkataan orang yang kafir itu paling
rendah dan perkataan Allaah itu yang amat tinggi.
Dan Allaah Maha Kuasa dan Bijaksana."
Demikian satu
lagi keistimewaan Abu Bakar As-Siddiq sebagai seorang sahabat yang
sama-sama mengalami kesukaran dan kepahitan bersama-sama Rasulullah dalam
menyampaikan seruan Islam. Abu Bakar tidak berpisah jauh dengan baginda Rasul
sepanjang hidupnya dan menyertai semua peperangan yang dihadapi oleh baginda.
Beliau bukan sahaja berjuang menegakkan Agama Islam dengan segenap jiwa raganya
bahkan juga dengan harta kekayaannya. Sungguh beliaulah yang paling banyak
sekali berkorban harta untuk menegakkan Agama Islam. Bahkan seluruh
kekayaannya telah habis digunakannya untuk kepentingan perjuangan menegakkan
kalimat Allah. Di kalangan para sahabat beliaulah tergolong orang yang paling
murah hati dan dermawan sekali.
Dalam Perang
Tabuk misalnya, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah meminta kepada
kaum Muslimin agar mengorbankan hartanya di jalan Allah. Tiba-tiba datanglah
Abu Bakar membawa seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di antara dua
tangan Rasul. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh Abu Bakar bagi tujuan
jihad itu, maka Rasulullah menjadi terkejut lalu berkata kepadanya:
"Hai sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan
apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu? Pertanyaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam itu dijawab oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan tenang sambil tersenyum,
ujarnya. "Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya."
Demikianlah
kehebatan jiwa Abu Bakar As-Siddiq, suatu contoh kemurahan hati yang memang
tidak dijumpai bandingannya di dunia. Memandang besarnya pengorbanan beliau
terhadap Islam maka wajarlah kalau Rasulullah bersabda bahwa tegaknya
Agama Islam itu adalah lantaran harta benda Khadijah dan juga Abu Bakar
As-Siddiq. Tepatlah juga tatkala Rasul bersabda bahwa kiranyaiman seluruh ummat
ditimbang bersama iman Abu Bakar maka lebih berat iman Abu Bakar. Beliau memang
manusia luar biasa kebesarannya yang telah ditakdirkan oleh Allaah untuk
menjadi teman akrab Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
Pada suatu
ketika di saat Rasulullah membaca khutbah yang antara lain menyatakan bahwa kepada
seseorang hamba Allah ditawarkan untuk memilih dunia dan memilih ganjaran yang
tersedia di sisi Allah, dan hamba Allah tersebut tidak akan memilih dunia,
melainkan memilih apa yang tersedia di sisi Tuhan... Maka ketika meñdengar
khutbah Nabi demikian itu Abu Bakar lalu menangis tersedu-sedu, karena
sedih dan terharu sebab beliau mendengar dan mengerti bahwa yang dimaksud dalam
isi khutbah tersebut ialah bahwa umur kehidupan Rasul di dunia ini sudah hampir
berakhir. Demikian kelebihan dan kefasihan Abu Bakar dibanding dengan para
sahabat yang lain.
Keunggulan
beliau dapat dilihat dengan jelas selepas wafatnya Rasulullah di kala mana
ummat Islam hampir-hampir menjadi panik serta tidak percaya kepada
kewafatannya. Bahkan sahabat besar Umar bin Khattab sendiri telah diselubungi
kekacauan pikiran dan tampil ke muka umum sambil menantang sesiapa sahaja yang
berani mengatakan baginda telah wafat. Ujar Umar, "Rasulullah tidak
wafat, dia hanya pergi menghadap Allah sahaja seperti perginya Nabi Musa yang
telah menghilangkan diri dan kaumnya selama empat puluh hari, kemudian pulang
semula kepada kaumnya setelah diheboh-hebohkan wafatnya.
Ketika
kegawatan itu berlaku Abu Bakar sedang berada di suatu kampung. Tatkala berita
kewafatan Rasulullah itu sampai kepadanya, beliau dengan segera menuju ke
Madinah. Di sana beliau dapati ramai orang sedang benkumpul mendengarkan pidato
Umar bin Khattab tadi. Tanpa lengah-lengah lagi Abu Bakar terus ke rumah
puterinya Siti Aisyah dan di sanalah beliau dapati tubuh Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam terbujur di satu sudut rumah. Beliau lantas membuka wajah
Rasulullah dan mengucupkannya, sambil benkata, "Wahai,
betapa cantiknya engkau ketika hidup dan betapa cantiknya engkau ketika
mati!" Kemudian beliau pun keluar mendapatkan orang ramai yang
sedang dalam panik itu lalu berkata dengan nada yang keras:
"Wahai
kaum Muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati.
Tetapi barang siapa yang menyembah Allah maka Allah selama-lamanya hidup tidak
mati.". Seraya menyambung membacakan sepotong ayat dari Al Qur'an: "Muhammad
itu tidak lebih dari seorang rasul seperti rasul-rasul yang terdahulu darinya.
Jika ia mati atau terbunuh patutkah kamu berundur ke belakang. Sesiapa yang
surut ke belakang, dia tidak akan membahayakan Allaah sedikit pun dan
sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang
bersyukur".
Setelah
mendengar ayat itu, Umar bin Khattab pun terus rebah hingga barulah beliau dan
orang ramai Islam yang telah mendengar pidatonya tadi mendapat kepastian bahawa
Rasulullah sudah wafat. Kaum Muslimin tentunya telah pernah dengar ayat ini
sebelumnya, kerana ayat itu telah turun semasa peperangan Uhud, ketika
Rasulullah telah diberitakan mati terkorban dan menyebabkan banyak
pejuang-pejuang Islam berundur ke Madinah. Tetapi mereka tidaklah memahami
maksud ayat ini seperti yang dipahami oleh Abu Bakar. Ini jelas membuktikan
kecerdasan Abu Bakar As-Siddiq dalam memahami Islam.
Ketika
Rasulullah wafat, beliau memang tidak meninggalkan pesan tentang siapa yang
patut menggantikan sebagai Khalifah ummat Islam. Tetapi setelah lama berbincang
kaum Muslimin dengan suara ramai memilih Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah
setelah namanya itu dicalonkan oleh Umar Ibnul Khattab. Pemilihan ini tentulah
tepat sekali kerana pada pandangan kaum Muslimin memang beliaulah yang paling
layak sekali memegang kedudukan itu memandangkan kelebihan-kelebihannya dari
para sahabat yang lain. Apalagi beliaulah yang pernah ditunjuk oleh Rasul
semasa hayatnya untuk menggantikan baginda sebagai imam sembahyang tatkala
baginda sedang uzur.
Setelah
dipilih oleh sebahagian besar ummat ketika itu Abu Bakar As-Siddiq pun
memberikan ucapannya yang terkenal yang antara lainnya baginda berkata:
"Wahai sekelian ummat! Aku
telah dipilih menjadi pemimpin kamu padahal aku ini bukanlah orang yang terbaik
di antara kamu. Sebab itu jika pemerintahanku baik, maka sokonglah, tetapi jika
tiada baik, maka perbaikilah.
Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat pada sisiku hingga aku harus
menolongnya mendapatkan haknya, sedang orang yang kuat di antara kamu adalah
lemah pada sisiku, hingga aku harus mengambil hak orang lain yang berada di
sisi nya, untuk dikembalikan kepada yang berhak semula. Patuhilah aku selama
aku patuh kepada Allah dan RasulNya. Akan tetapi jika aku mendurhakai Allah,
maka kamu sekelian tak harus lagi patuh kepadaku.
Aku dipilih untuk memimpin urusan
ini padahal aku enggan menerimanya. Demi Allah aku ingin benar kalau ada di
antaramu orang yang cakap untuk urusan ini. Ketahuilah jika kamu meminta
kepadaku agar aku berbuat sebagai yang telah dilakukan oleh Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam sungguh aku tidak mampu. Rasulullah adalah seorang
hamba Allah yang mendapat wahyu dari Allaah, karena itu beliau terpelihara dari
kesalahan-kesalahan, sedang aku ini hanyalah manusia biasa yang tidak ada
kelebihannya dari seorangpun di antara kamu."
Ini adalah satu pembaharuan dalam
pemerintahan yang belum pernah dikenali oleh rakyat jelata kerajaan Romawi
maupun Persia yang memerintah dunia barat dan timur ketika itu. Beliau telah
mematuhi manifesto politiknya. Beliau hidup seperti rakyat biasa dan sangat
tidak suka diagungkan. Adalah diriwayatkan bahwa pada satu masa ada orang
memanggilnya, "Ya Khalifah Allah! Beliau dengan segera meralat orang
itu dengan berkata: "Saya bukan Khalifah Allah, saya hanya Khalifah
Rasul-Nya!
Adalah
diriwayatkan bahwa pada keesokan harinya yaitu sehari setelah baginda terpilih
sebagai Khalifah, Abu Bakar kelihatan membawa barang perniagaannya ke pasar.
Beberapa orang yang melihat itu lalu mendekati baginda, di antaranya Abu
Ubaidah Bin Jarrah. Sahabat besar itu mendekatinya seraya berkata, "Urusan
Khalifah itu tidak boleh dicampuri dengan berniaga." Lalu
Abu Bakar bertanya, "Jadi dengan apakah aku hidup, dan bagaimana aku
mencukupi rumah tanggaku?"Demikian sedihnya nasib yang menimpa Abu Bakar
sebab walaupun kedudukannya sebagai Kepala Negara namun belum ada lagi
ketetapan untuk bagi seseorang kepala pemerintah Islam memperoleh gaji.
Keadaan ini mendapat perhatian dari
para sahabat lalu mereka menentukan tunjangan secukupnya untuk beliau dan
keluarga yang diambil dari Baitul Mal. Kemudian itu barulah Khalifah Abu Bakar
meninggalkan usaha perniagaannya kerana hendak memusatkan seluruh tenaganya
untuk mengembangkan agama Islam dan menjalankan tanggungjawabnya sebagai
seorang Khalifah. Semasa hertugas sebagai Khalifah ummat Islam baginda hanya
menerima gaji sebanyak enam ribu dirham saja setahun. Peruntukkan itu tidak dibelanjakannya untuk keperluan
dirinya malahan sebelum wafatnya beliau telah memerintahkan supaya
pendapatannya itu diserahkan kembali kepada Baitul Mal.
Sebelum beliau wafat, kepada Umar
bin Khattab beliau mewasiatkan agar jangan menghiraukan jenazahnya nanti bila
ia berpulang ke rahmatullah, melainkan haruslah dia segera mengirim bala
tentara ke Iraq untuk membantu Al Muthanna yang sedang bertempur di Iraq. Abu
Bakar tidak lupa mengingatkan Umar apa yang dikerjakannya di waktu Rasulullah
wafat dan bagaimana cintanya kepada Rasul dan perhatiannya kepada jenazah
baginda yang suci itu, tidak mengabaikannya dan melaksanakan kewajiban biarpun
yang demikian itu amat berat bagi jiwanya. Dengarlah antara lain kata-katanya
kepada Umar Ibnul Khattab.:
"Dengarlah
hai Umar! Apa yang akan kukatakan ini dan laksanakanlah. Aku mengharap akan
kembali ke hadirat Allah hari ini sebab itu sebelum matahari terbit pada esok
hari engkau hendaknya telah mengirim bala hantuan kepada Al Muthanna. Hendaknya
jangan sesuatu bencana bagaimana pun besarnya dapat melupakan kamu dan urusan
agama dan wasiat Allaah. Engkau telah melihat apa yang telah kulakukan tatkala
Rasulullah wafat sedang wafatnya Rasulullah itu adalah satu bencana yang belum
pernah manusia ditimpa bencana yang sebesar itu. Demi Allah, andaikata di waktu
itu aku melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, tentu kita telah jatuh dan
mendapat siksaan Allah, dan pasti pula kota Madinah ini telah jadi lautan
api."
Dalam
masa pemerintahannya yang singkat Abu Bakar As-Siddiq yang memerintah hanya
dalam masa dua tahun itu telah meletakkan asas pembangunan sebuah pemerintahan
Islam yang teguh dan kuat setelah berjaya mengatasi berbagai macam masalah
dalam negeri dengan segala kebijaksanaan dan kewibawaannya. Beliau telah
memenuhi segenap janji-janjinya dan dalam masa dua tahun pemerintahannya itu
telah terbentuk rantai sejarah Islam yang merupakan lembaran-lembaran yang
abadi.
Sungguh
kehidupan Abu Bakar As-Siddiq adalah penuh dengan nasihat, penuh dengan ajaran
serta kenang-kenangan yang indah mulia. Selama dua tahun pemerintahannya itu
beliau telah berhasil menyusun tiang-tiang pokok dan kekuatan Islam. Beliau
telah membangunkan kekuatan-kekuatan yang penting bagi pemeliharaan agama kaum
Muslimin dan keagungan Agama Islam. Bahkan beliau telah mengakhiri pemerintahan
yang dipimpinnya dengan menundukkan sebagian negeri Syam dan sebagian negeri
Iraq, ia pulang ke rahmatullah dengan dada yang lapang, ketika umur menginjak
63 tahun. Beliau dikebumikan di samping makam Rasulullah di Masjid Nabawi.
Semoga riwayat serta penjuangan beliau menjadi contoh ibadat yang murni
bagi sekalian kaum Muslimin.