Menjama' sholat atau menjamak sholat adalah menggabungkan dua shalat dalam satu waktu, yaitu: Zhuhur dengan 'Ashar dan Maghrib dengan 'Îsyâ', sedangkan Shubuh tetap berdiri sendiri (Sholat Shubuh tidak bisa dijama').
"Ketika datang suatu perkara kepada salah-seorang kalian yang ia kuatir luputnya -- perkara itu --; (maksudnya: perkara yang tidak bisa ditinggal), maka hendaklah ia melakukan shalat ini, yaitu: Menjama' di antara dua shalat".
Ada dua macam tata cara menjama' sholat, yaitu: Jama' Taqdîm dan Jama' Ta'khîr. Jama' Taqdîm ialah menjama' dua shalat pada waktu awal. Misalnya menjama' shalat Zhuhur dengan shalat 'Ashar pada waktu Zhuhur atau shalat Maghrib dengan shalat 'Îsyâ' pada waktu Maghrib. Sedangkan Jama' Ta'khîr ialah menjama' dua shalat pada waktu akhir. Misalnya menjama' shalat Zhuhur dengan shalat 'Ashar pada waktu 'Ashar atau shalat Maghrib dengan shalat 'Îsyâ' pada waktu 'Îsyâ'.
2. Shalat Qashar
Qashar artinya memendekkan, sedangkan maksud meng-qasar sholat di sini menurut Al-Imâm Ibnu Hajar (rahimahullâh) adalah :
تَخْفِيْفُ الرُّبَاعِيَّةِ إِلَى رَكْعَتَيْنِ
"Meringankan (memendekkan) 4 raka'at menjadi 2 raka'at".
Selanjutnya Al-Imâm Ibnu Hajar (rahimahullâh) mengatakan, bahwa Ibnul-Mundzir dll. telah menuqilkan kesepakatan (ijma') tidak berlakunya qashar bagi shalat Shubuh dan Maghrib.
Ibnul-Mundzir juga menegaskan bahwa bolehnya seseorang meng-qashar sholat apabila ia telah meninggalkan perumahan atau tempat tinggalnya.
Jarak Perjalanan Yang Dibolehkan Meng-qashar Sholat
Syaikh Muhammad Nâshirud-Dîn Al-Albânî (rahimahullâh) telah membahas masalah ini dengan sangat jelas sekali berdasarkan dalil-dalil yang shahîh di dalam kitabnya yang berjudul Al-Ahâditsush-Shahîhah jilid I di bawah judul :
السَّفَرُالَّذِيْ يُجِيْزُ الْقَصْرَ
"(Jarak) Perjalanan yang dibolehkan meng-qashar".
كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلاَثَةَ أَمْيَالٍ ، أَوْ ثَلاَثَةَ فَرَاسِخ (شَكَّ الشُّعْبَةُ) قَصَّرَ الصَّلاَةَ ، وَ فِي رِوَايَةٍ: صَلَّى رَكْعَتَيْن
"Sesungguhnya Rasûlullâh saw. apabila keluar menempuh perjalanan 3 mil atau 3 farsakh (yaitu: 9 mil) -- Syu'bah ragu-ragu --, Beliau mengqashar shalat"; Dalam satu riwayat yang lain: "Beliau shalat 2 raka'at".
(Diriwayatkan oleh Ahmad (3/129) dan Al-Baihaqî(3/146).
Syaikh Muhammad Nâshirud-Dîn Al-Albânî berkata : Hadits ini menunjukkan, bahwa apabila seorang musafir telah berjalan sejauh 3 farsakh, maka boleh baginya meng-qashar shalat.
Bahkan telah pasti dari sebagian sahabat tentang meng-qashar shalat pada jarak yang lebih pendek dari -- 3 farsakh atau 9 mil -- itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abî Syaibah, dari Muhammad bin Zaid bin Khalîdah, dari Ibnu 'Umar, beliau berkata :
تُقْصَرُ الصَّلاَةُ فِي مَسِيْرَةِ ثَلاَثَةِ أَمْيَالٍ
"Shalat -- boleh -- diqashar dalam perjalanan sejauh 3 mil".
Berapa Lama Seorang Boleh Meng-qashar Shalat
Tidak ada satu keterangan pun berdasarkan hadits-hadits yang shahîh yang membatasi soal ini. Disebutkan dari Ibnu 'Abbâs :
لَمَّا فَتَحَ النَّبِيُّ - ص - مَكَّةَ أَقَامَ فِيْهَا تِسْعَ عَشَرَةَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
"Ketika Nabi saw. menaklukkan Makkah, Beliau menetap di sana selama 19 hari, dan Beliau shalat -- qashar -- 2 raka'at"
Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan :
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَقَامَ بِأَذَرْبَيْجَانَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ يَقْصُرُ الصَّلاَةَ
"Sesungguhnya Ibnu 'Umar pernah menetap di Adzarbaijân selama 6 bulan, ia -- terus menerus – meng-qashar shalat".
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqî)
Al-Ustadz Abû 'Ubaidah Masyhûr bin Hasan bin Mahmûd bin Salmân mengatakan, bahwa musafir terus diperbolehkan meng-qashar shalat selagi dia masih berada di luar daerah tempat tinggalnya dan masih memiliki niat untuk kembali ke daerah asalnya. Hukum qashar itu tetap berlaku apakah ia dalam keadaan melakukan perjalanan (berada dalam perjalanan) maupun telah bermuqim (tinggal) sebuah daerah selama beberapa waktu, selagi ia tidak berniat untuk bertempat tinggal di daerah tersebut. Atau dia tetap boleh men-qashar shalat selagi tidak mengetahui waktu yang pasti untuk kembali.
(Lihat kitab Al-Qawl Al-Mubîn Fî Akhthâ' Al-Mushallîn oleh Al-Ustadz Abû 'Ubaidah Masyhûr bin Hasan bin Mahmûd bin Salmân , terjemahan oleh W. Djunaedi S, S.Ag. hal 423)
Jangan tinggalkan sholat, dimanapun dan kapanpun...