Menimbang, mengingat, Memutuskan....
Keputusan, keputusan,
keputusan. Selalu keputusan,
tampaknya pengambilan keputusan adalah
segalanya yang kita lakukan. Beberapa keputusan lebih mudah daripada yang lain,
seperti “keinginan untuk
makan siang?” Yang lain lumayan sulit, seperti, “Apakah harus memberikan pinjaman atau tidak?
Sering kali, apa yang menjadikan suatu keputusan
itu sulit adalah karena belum mengenali apa sebenarnya yang dipersoalkan. Timbul pertanyaan, apa yang harus diperbuat? Ini atau itu? Sebagai
gantinya, Anda seharusnya bertanya, Apa yang akan terjadi seandainya saya
memutuskan untuk melakukan ini, dan bukan itu? Mengapa sebenarnya saya harus mengambil
keputusan ini, untuk tujuan apa? Apa atau siapa yang akan terpengaruh oleh
pengambilan keputusan ini, dan bagaimana? Pengambilan keputusan yang sulit
mengharuskan Anda mengembangkan sebuah konteks yang di dalamnya Anda
mengidentifikasi asumsi dan keyakinan, sikap, nilai, tujuan, dan sasaran.
Saya meyakini bahwa
setiap orang pernah memiliki masalah dan dihadapkan pada berbagai pilihan
keputusan, begitu pula saya sebagai penulis, tidak pernah terlepas dari
berbagai permasalahan dan pilihan yang muncul silih berganti. Disini saya akan
mengajak pembaca untuk menyelidiki sebuah contoh kasus, dalam kasus ini apakah
keputusan yang diambil itu tepat atau kurang tepat, tentunya pembaca memiliki
perspektif yang berbeda-beda sehingga kita tidak harus menyetujui mana yang
paling benar.
Kita tahu bahwa
masalah pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, terbatasnya lapangan
pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja tiap tahunnya. Kita
ambil contoh misalnya suatu universitas menyelenggarakan wisuda sebanyak 4 kali
dalam 1 tahun, 1 angkatan wisuda berjumlah 1000 orang, apabila dikalikan 4 kali
wisuda dalam 1 tahun maka ada 4000 orang lulusan yang dicetak oleh 1
universitas. Tapi bukan itu masalah utamanya, masalahnya ada pada lulusan
universitas tersebut, guncangan identitas, tuntutan social & budaya, serta
tuntutan peer group setelah masa kuliah memaksa mereka untuk memutuskan secepat
mungkin apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah mau bekerja, menikah, atau
membantu orang tua dirumah.
Pilihan pertama yang
bisa diambil adalah bekerja. Lalu muncul sebuah pertanyaan “Dimana saya akan
bekerja? Apa kemampuan saya cukup untuk masuk ke perusahaan tersebut? Apakah
gaji saya akan menutupi kebutuhan selama satu bulan?” begitu banyak pertanyaan
yang muncul sehingga bertemu dengan pilihan yang diluar perkiraan “Apa lebih
baik saya berwirausaha saja, daripada bekerja ditempat orang lain?”. Ketika
kita memutuskan untuk memilih bekerja, ada orang lain yang terpengaruh atas
keputusan yang kita ambil. Misalnya pasangan hidup & orang tua. Butuh
berapa lama kita bekerja agar bisa memiliki bekal untuk meminang pasangan kita,
kalau terlalu lama, pasangan hidup kita dipinang orang lain. Lalu, kalau
memilih bekerja, waktu bersama orang tua akan berkurang.
Setiap orang
bertumbuh dengan belajar seperangkat keyakinan yang tidak dapat disangkal dari
budaya atau kelompok social disekelilingnya. Keyakinan mungkin mencakup konsep
bahwa bumi menghasilkan siang dan malam dengan berotasi pada porosnya, atau
pendirian bahwa perkambangan keuangan dan pengejaran kebahagiaan adalah hal
yang sama. Anda biasanya menerima dasar pengembangan mental ini begitu saja dan
tidak terlalu memikirkannya, hingga Anda dihadapkan pada keputusan yang sulit.
Banyak dari keyakinan Anda didasarkan pada pengalaman, tetapi acap kali Anda
mundur pada seperangkat pengalaman yang terbatas untuk menopang keyakinan Anda.
Pilihan kedua setelah
lulus dari universitas adalah menikah. Kita harus ingat bahwa setiap keputusan
yang kita ambil itu akan berdampak pada hal lain ataupun pada orang lain.
Kalau kita memilih menikah tetapi belum memiliki pekerjaan, darimana kita bisa
membiayai kebutuhan rumah tangga? Kalaupun kita menikah dan sudah memiliki
pekerjaan, bagaimana dengan orang tua kita? Mau ditinggalkan begitu saja,
menggunakan jasa pembantu rumah tangga agar ada yang menemani, atau ikut
bersama Anda tinggal serumah? Apabila ikut tinggal, apakah mungkin orang tua
intervensi untuk urusan rumah tangga? Selalu banyak pertanyaan yang mesti
dijawab dan keputuan yang diambil.
Pilihan yang ke tiga
adalah membantu orang tua dirumah. Setelah lulus kuliah kita mengabdikan diri
untuk membantu dan merawat orang tua dirumah, dan memilih menyampingkan urusan
pekerjaan ataupun pasangan hidup. Seperangkat keyakinan yang didasarkan pada
pengalaman menuntun kita untuk memutuskan mana yang akan kita pilih, tetapi
acap kali kita mundur pada satu perangkat pengalaman yang terbatas. Imbalan
yang diperoleh dari keputusan dan tindakan yang diambil biasanya mendorong
pilihan kita. kita memilih untuk melakukan hal-hal yang memberikan hasil
yang diinginkan.
[1] Drs. Budijanto, Pengambilan Keputusan Yang Sulit Secara
Tepat (Jakarta: BINARUPA AKSARA) h. 5
[3] Drs. Budijanto, h. 16
ADS HERE !!!